Pada tanggal 26-27 Oktober 2016, Program Studi Teknik Kimia UNPAR menyelenggarakan The 2nd International Conference on Chemical Engineering (ICCE) dengan tema Innovative Product and Process Design in Material, Food, and Energy Sectors. Kegiatan seminar internasional ini merupakan kegiatan rutin dari Prodi TK yang diadakan setiap 3 tahun, sejak 2013. Acara kali ini diadakan di Grand Ballroom Hotel Jayakarta, Jl. Ir. H Djuanda, Bandung, terselenggara bekerja sama dengan Nano Center Indonesia, Engineering Department University of New South Wales Australia, dan Badan Koordinasi Kegiatan Mahasiswa Teknik Kimia Indonesia (BKKMTKI). Rangkaian acara dimulai dengan kata sambutan dari Katherine, PhD (ketua ICCE 2016), Ratna Frida Susanti, PhD (Ketua Prodi TK), Tony Handoko, ST,MT (Wakil Dekan Bidang Akademik FTI), dan dibuka oleh Mangadar Situmorang,PhD (Rektor UNPAR).
Terdapat 6 keynote speakers yang menyampaikan materi Drs. Sudjoko Harsono Adi, M.M., (The Director for Bioenergy – Directorate General of New, Renewable Energy and Energy Conservation, Indonesia), Assoc. Prof. Julian Cox (University of New South Wales, Australia), dan Razif Harun, Ph.D. (Universiti Putra Malaysia, Malaysia), pada hari pertama seminar, dan Prof. (em) Ken Buckle (University of New South Wales, Australia), Prof. (em) Leon P. B. M. Janssen (University Of Groningen, the Netherlands), Prof. Youn-Woo Lee (Seoul National University, South Korea) pada hari kedua seminar.
Drs. Sudjoko Harsono Adi, M.M menyampaikan kondisi nyata di Indonesia terkait ketersediaan energi dan pemanfaatannya di Indonesia, terlebih strategi dan langkah-langkah strategis yang diambil pemerintah Indonesia baik dari sisi kebijakan, atau pun langkah riil yang ditempuh pemerintah Indonesia untuk menurunkan ketergantungan terhadap energi tidak terbarukan menjadi energi baru dan terbarukan. Salah satu strategi yang dilakukan adalah peningkatan penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar dalam industri, kendaraan bermotor, dan pembangkit listrik, secara bertahap dari 15 (2015), 20 (2016), sampai 30% pada tahun 2025. Selain itu pemerintah Indonesia juga meningkatkan pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar untuk membangkitkan listrik. Saat ini pemanfaatannya masih relatif minim, dibanding potensinya yang mencapai 32 giga Watt. Selain itu, Sudjoko menekankan pentingnya kontribusi dari lembaga akademik dalam pengembangan dan penggunaan energi baru dan terbarukan di Indonesia.
Razif Harun, Ph.D. dari Universiti Putra Malaysia, menyampaikan pemaparan mendalam mengenai potensi microalgae untuk produksi biofuel, pangan, dan pharmaceutical. Disampaikan terdapat lebih dari 26.000 jenis microalgae yang dikenal, tetapi 4 jenis microalgae yang sangat potensial untuk komersialisasi. Selain itu, Razif juga menyoroti pergeseran fokus studi pada microalgae, di mana pada tahun 2008-an studi berfokus pada pengembangan untuk biofuel, tetapi sekarang ini menjadi produk pangan dan pharmaceutical. Hal ini diakibatkan salah satunya adalah biaya pengembangan dan pemeliharaan microalgae yang relatif mahal, sehingga tidak kompetitif jika digunakan untuk bahan bakar. Razif menyebut angka jika biofuel microalgae dijual berkisar $20 dan bersaing dengan bahan bakar minyak yang dijual sekitar $1. Beberapa jenis produk yang diminati adalah bahan aktif anti aging, antioksidan, dan protein murni (superfood). Selain itu Razif juga menyampaikan salah satu masalah yang masih diteliti saat ini adalah kultivasi dari microalgae yang menemui banyak tantangan dan kendala. Sekalipun demikian, ia menyampaikan bahwa langkah awal untuk menuju pemanfaatan dari microalgae perlu dimulai dari sekarang.
Assoc.Prof. Julian Cox dari UNSW, menyampaikan hasil penerapan teknologi ceramic membrane untuk mengolah air dari rumah potong ayam di Australia. Berbeda dengan kondisi di Indonesia, Australia memiliki masalah keterbatasan air bersih, sehingga biaya untuk air menjadi terus meningkat sepanjang tahun. Selain itu permintaan akan ayam juga meningkat dari tahun ke tahun. Padahal untuk memproses seekeor ayam menjadi siap jual dari proses pembersihan sampai kondisi beku, dibutuhkan sekitar 30 liter air; jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu, diupayakan teknologi ceramic membrane untuk dapat merecycle sebagian air buangan, dengan perkiraan mencapai 80% air dapat digunakan kembali. Analisa mendalam dari sisi kualitas air dilakukan, selain studi model dan life cycle assessment, menjadi bagian yang dipaparkan.
Prof. Youn-Woo Lee dari Seoul National University, Korea Selatan menyampaikan materi mengenai pemanfaatan teknologi fluida superkritik dan pengembangannya dari skala penelitian sampai menjadi skala industri. Beberapa contoh yang disampaikan adalah penggunaan fluida superkritik CO2 untuk membuat minyak wijen, obat-obatan dengan ukuran nano, dan sterilisasi produk kopi cold brew. Selain itu terdapat teknologi pengolahan limbah yang menggunakan fluida superkritik H2O. Prof. Lee menceritakan pengalamannya bagaimana suatu penelitian dari skala laboratorium dapat dikembangkan menjadi skala industri/ pabrik. Sekalipun investasi awal dari suatu pabrik superkritik dinilai cukup mahal, akan tetapi selain produk yang diperoleh lebih banyak, kualitas dan kandungan gizi dalam produk jauh lebih besar dibandingkan teknologi konvensional. Oleh karena itu, berkaca dari keberhasilan pendirian berbagai pabrik yang menggunakan fluida superkritik di Korea Selatan, Prof. Lee menilai teknologi tersebut feasible dan sangat menjanjikan.
Materi terakhir disampaikan oleh Prof. LPBM Janssen dari University of Groningen, Belanda. Prof. Janssen menyampaikan pentingnya peran seorang insinyur teknik kimia dalam mengembangkan produk dan membuat inovasi. Dalam pengembangan suatu produk, perlu memperhatikan ketersediaan teknologi, penerimaan pasar (market), selain juga perlu mempertimbangkan keberlanjutan (sustainability) dari produk tersebut. Prof. Janssen kemudian memperkenalkan “sustainability ladder” yang berisi prioritas keberlanjutan yang sebaiknya dimiliki oleh suatu produk. Beberapa contoh yang diangkat adalah penumpukan sampah plastik di Indonesia yang mencapai 3,2 juta ton per tahun. Jika ditumpuk, sejumlah sampah plastik tersebut dapat membentuk gunung setara 4 Candi Borobudur. Padahal, menurutnya, sampah plastik tersebut jika dikelola dengan baik, dapat mensuplai 16% kebutuhan energi di Indonesia, dengan memanfaatkan teknologi insinerasi.
Seminar internasional yang diadakan mendapat sambutan yang hangat dari peserta yang berasal dari berbagai negara, yang ditunjukkan dengan banyaknya jumlah peminat pemakalah yang menyampaikan presentasinya dalam sesi paralel. Suasana kekeluargaan terbangun dalam seminar yang diadakan, di mana peserta saling berbagi, berdiskusi, dan membangun jejaring kerja sama. Sampai bertemu pada seminar-seminar berikutnya.


