Berita ini diambil tanpa dirubah dari artikel yang ditulis oleh Rani Ummi Fadilah yang diterbitkan di pikiranrakyat.com, 24 Januari 2020. Tautan asli: https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-01334178/inovasi-tim-dosen-unpar-bisa-tingkatkan-kualitas-garam?page=2
PIKIRAN RAKYAT – Sebagai negara maritim, impor garam yang sangat tinggi merupakan potret kenyataan yang bertolak belakang.
Hal itu dipicu kuantitas dan kualitas garam dalam negeri yang masih rendah.
Tim dosen dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) mencoba memberi secercah titik terang pada masalah tersebut.
Kebutuhan garam masyarakat Indonesia, untuk keperluan industri dan pangan, belum sesuai dengan produksi garam dalam negeri.
Produksi garam naik turun karena masih bergantung pada kondisi alam.
Dari segi kualitas, tingkat kemurnian garam dalam negeri pun tidak sesuai dengan kebutuhan industri.
Industri petrokimia membutuhkam garam dengan tingkat kemurnian mencapai 98%, sedangkan tingkat kemurnian garam dalam negeri baru 90%.
Tingkat kemurnian garam 90% baru memenuhi standar untuk keperluan pangan.
Padahal, sektor yang paling banyak membutuhkan garam adalah sektor industri, bukan rumah tangga. Oleh karena itu, sektor industri lebih memilih mengimpor garam.
Untuk menekan impor garam, masalah kualitas dan kuantitas garam perlu dibenahi dengan bantuan teknologi.
Tim dosen Jurusan Teknik Kimia Unpar yang terdiri dari lima orang membuat tiga alat untuk mengatasi masalah itu.
Ketua tim, Judy Retti B. Witono mengatakan, alat pertama adalah hidro-ekstraktor. Alat ini mampu meningkatkan kemurnian garam produksi dalam negeri hingga mencapai 98%.
Dengan kehadiran teknologi, proses pemurnian garam tidak lagi dengan cara melarutkan kristal garam dengan air, tetapi mencucinya dengan larutan garam jenuh. Dengan demikian, bisa menghemat pemakaian air.
Sementara dengan cara tradisional, kristal garam dilarutkan dengan air, kemudian disaring berkali-kali dan diuapkan.
“Cara seperti itu mengeluarkan biaya produksi yang besar. Sementara tingkat kemurnian garam yang dihasilkan masimal 94%,” kata Judy di Kampus Pascasarjana Unpar, Jumat 24 Januari 2020.
Adapun, untuk meningkatkan produksi garam, tim membuat alat Wind-Aided Intensified eVaporator (WAIV). Alat ini mempercepat penguapan air laut dengan bantuan angin. Dengan demikian, penguapan air laut tidak bergantung pada sinar matahari saja.
Alat ketiga yaitu 3D Rope Evaporator lebih canggih lagi. Alat ini mampu mempercepat penguapan air laut dengan memanfaatkan panas matahari dan kekuatan angin. Dengan memaksimalkan penguapan air laut, produksi garam bisa meningkat.
Inovasi buatan para dosen Unpar ini telah diujicobakan di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Sumba Timur.
Dikatakan Judy, riset dimulai tim Unpar pada 2014. Selanjutnya, pada 2017, tim mengajukan dana kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Sudah ada industri yang menawarkan diri untuk membeli tiga alat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas garam. Namun, para dosen sepakat untuk menyumbangkan alat tersebut kepada petani agar petani merasakan manfaatnya.


